Pages

Arti Buku Lapangan Bagi Geologis

Buku lapangan merupakan catatan penting bagi seorang geologis. Buku ini menceritakan tentang pikiran, catatan, dan dokumentasi lapangan. Buku ini sangat berharga karena mencatat informasi dan lokasi geologi. Dari buku lapangan geologislah tambang dan ladang minyak besar ditemukan.

Contoh buku lapangan geologi (sumber).

Proses Diferensiasi Magma

Diferensiasi Magma

Adalah proses perubahan satu magma homogen menjadi berbagai jenis batuan beku dengan komposisi kimia yang berbeda.

Proses deferensiasi magma :

·         Fractional Crystallization

Sebuah kondisi dimana kristal-kristal yang telah terbentuk, mengalami proses pemisahan dari magma asalnya. Kondisi ini akan tercapai jika magma telah mencapai keseimbangan.

Fraksinasi crystal terjadi ketika kristal yang telah terbentuk akibat gaya gravitasi mengalami pemisahan dengan cairan magma, proses ini disebut gravity settling. Proses ini mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi pada magma asal, hasil dari gravity settling adalah pseudostratification structure           

Stratigrafi Regional Lengan Utara Sulawesi

Stratigrafi Regional Lengan Utara Sulawesi

            Stratigrafi daerah penelitian termasuk dalam peta geologi lembar Tilamuta ,Sulawesi (Bachri , dkk., 1994). Urutan stratigrafi batuan dari yang tertua sampai termuda yang dijumpai di daerah ini antara lain :

 



Gambar  Stratigrafi regional daerah lengan utara sulawesi


1. Formasi Tinombo (Teot)

Formasi Tinombo ini merupakan formasi batuan tertua yang ditemui di daerah ini dengan penyusun utama berupa batuan sedimen dan sedikit batuan malihan lemah. Batuan gunungapi terdiri dari lava basal, lava spilitan, lava andesit, dan breksi gunungapi. Batuan sedimen terdiri dari batupasir wacke, batulanau, batupasir hijau, batugamping merah, dan batugamping abu – abu. Sebagian dari batuan ini mengalami pemalihan derajat rendah. Formasi ini tak selaras dengan formasi diatasnya. Trail (1974) mengungkapkan bahwa kemungkinan umur formasi ini adalah Eosen hingga Miosen Awal. Sedangkan Ratman (1976) dan Sukamto (1975) menyebutkan bahwa Formasi Tinombo berumur Mesozoikum Akhir hingga sekitar Oligosen. Penarikan umur pada batuan basal menunjukkan umur 51,9 juta tahun atau Eosen awal. Tebal formasi ini diperkirakan mencanpai ribuan meter. Berdasarkan komposisi batuan basal spilitan dan himpunan batuan sedimennya terbentuk di lingkungan laut dalam

Geologi Cekungan Sumatera Selatan

Geologi Regional

Lokasi Cekungan Sumatera Tengah


Nama cekungan polyhistory                : Paleogene Back Arc - Neogene Back Arc Basin
Klasifikasi Cekungan                          : Cekungan Sedimen dengan Produksi Hidrokarbon

Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan yang menghasilkan hidrokarbon paling produktif dalam tatanan cekungan belakang busur yang terbentuk di timur pantai Sumatera di bagian Barat Indonesia.
Peta Isopach Cekungan Sumatera Selatan
Cekungannya dibatasi oleh Selat Malaka di bagian timur, Tinggian Tigapuluh di utara serta bentangan Bukit Barisan di bagian baratnya. Daerahnya hampir semua berada di darat dan hanya sebagian kecil di lepas pantai. Cekungan Sumatera Selatan mencakup luas area sekitar 119.000 km2 dengan ketebalan sedimen tersier rata-rata 3.5 km.
Peta Gaya Berat Cekungan Sumatera Selatan


Tiga cekungan busur belakang di Sumatera merupakan cekungan Tersier yang lapisan penghasil hidrokarbonnya berada langsung diatas batuan dasarnya yang berupa batuan metamorf dan batuan beku berumur Pra-Tersier; terbentuk sebagai depresi di belakang busur volkanik. Anomali gaya berat memberikan batas yang cukup signifikan untuk Cekungan Sumatera Selatan.
 

Diagenesis Batupasir

1. TINJAUAN DIAGENESIS



Diagenesis meliputi proses fisika dan kimia (Gambar 1). Diagenesis secara fisika meliputi bioturbasi dan kompaksi. Sedangkan secara kimia yaitu sementasi, pelarutan (dissolution), penggantian (replacement), rekristalisasi, dan generasi hidrokarbon (Boggs, 1992 op. cit. Kameda, 2004).

Bioturbasi akan mereworks sedimen yang mengendap dengan cara crawling, burrowing dan sediment-ingesting of organisms, hal ini akan merusak karakteristik ataupun feature dari pengendapan primer. akan tetapi, perubahan porositas oleh kompaksi lebih berpengaruh dibandingkan karena adanya bioturbasi.

Kompaksi merupakan pengurangan atau reduksi dari volume sedimen dan pengurangan porositas oleh pembebanan sedimen dan gaya tektonik. Temperatur juga berpengaruh terhadap kompaksi dengan adanya pressure solution.

Diagenesis secara kimia disebabkan oleh reaksi kimia dalam batuan oleh adanya perubahan tekanan dan temperatur. Seperti kebanyakan sedimen yang terendapkan pada kondisi subaqueously atau di bawah muka air tanah, akan menyebabkan sedimen jenuh air. Selama burial, mineral berada pada kontak atau batas yang konstan yang mengandung salinitas dan kondisi redoks yang beragam. Air pori dapat juga mengandung karbon organik terlarut. Batupasir umumnya memiliki kandungan karbon organik kurang dari 0.5 %  (Boggs, 1992 op. cit. Kameda, 2004). Kandungan organik bersifat reaktif dan dapat menghasilkan reaksi ion hidrogen dan bikarbonat yang merubah kondisi air pori dan menyebabkan ketidakstabilan mineral. Selama early burial, reaksi kima ini akan menyebabkan presipitasi pirit, klorit, illit/smektit, kwarsa dan felspar overgrowth, dan presipitasi semen karbon  (Burley et al., 1985 op. cit. Kameda, 2004).

 2. KOMPAKSI

Kompaksi merupakan salah satu tahapan penting dalam diagenesa batuan. Kompaksi biasanya terjadi segera setelah sedimen diendapkan, terjadi karena adanya pembebanan dari material yang berada di atasnya semakin bertambah. Proses kompaksi ini menyebabkan hubungan antar butir semakin mendekat (grain packing dan grain fabric berubah), mengurangi jarak antar pori (porositas berkurang) dan mengurangi kandungan air yang terdapat pada sedimen tersebut. Adanya kadungan air ini dapat membawa mineral-mineral yang larut, sehingga nantinya menghasilkan mineral-mineral baru yang terdapat pada rongga-rongga batuan. Hal itu dapat memicu terjadinya sementasi sebagai proses pengikatan dari partikel-partikel yang terpisah menjadi bersatu.
Pada tahap yang lebih lanjut, kompaksi dan burial dapat menyebabkan rekristalisasi sehingga menghasilkan batuan menjadi lebih kompak dan keras.
Pada batuan sedimen proses kompaksi akan menghasilkan karakteristik yang berbeda-beda. Dalam hal ini, penulis menekankan kepada proses kompaksi yang terjadi pada batupasir. kita mengetahui bahwa batupasir memiliki jenis yang berbeda-beda pula. Penulis dalam hal ini juga akan menekankan kepada batupasir dengan komposisi utamanya adalah mineral kuarsa.
Pasir memiliki kekompakan yang lebih kecil dibandingkan dengan lumpur (mudrock). Kompaksi yang tidak terlalu besar pengaruhnya pada batupasir dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah :
Pertama, batupasir terdiri dari butiran mineral kuarsa yang berukuran relatif besar. Butiran-butiran kuarsa ini biasanya tidak berubah pada kondisi-kondisi pengendapan. Yang kedua adalah bahwa mudrock mengandung air yang cukup tinggi dan air ini sewaktu-waktu dapat keluar jika mendapat tekanan.
Pada percobaan yang dilakukan di laboratorium, batupasir yang komposisi utamanya adalah mineral kuarsa hanya mengalami perubahan ketebalan sekitar 10 – 15%. Pengaruhnya yaitu kepada rearrangement of grain dan chipping of grain corners.
  
Kompaksi pada batupasir ini dapat terjadi pada dua kondisi, yaitu :

Kondisi Un-Cemented sediment at grain to grain contact .
Kondisi un-cemented dalam hal ini adalah pada kontak antar butirnya. Jika sedimen telah mencapai kondisi yang cukup padat, maka setiap butiran akan menyesuaikan dirinya dan akan berubah mengikuti bidang gelincirnya,  kemudian mengalami reorientasi, dan fracture of radical grains, serta overburden ini ditransformasikan melalui kontak antar butir ini (gambar 2.a).

Adanya gaya (stress) yang kontinu akan menghasilkan dissolution pada daerah kontak antar butirnya (gambar 10.b). ketika terjadi proses disolution compaction, bagian-bagian yang saling bersentuhan kemungkingan akan larut dan  mungkin akan terbawa keluar melalui rongga-rongga yang terdapat diantara butiran–butiran. Menurut Sibley dan Blatt, (1976) fluida dari hasil kompaksi ini dianggap sebagai sumber atau source dari semen selain semen kuarsa dan kalsit. Larutnya kuarsa atau kalsit mungkin terjadi karena precipitasi secara lokal, atau bisa juga terdapat pada larutan yang masuk di antara butiran yang sedang mengalami kompaksi (e.g. Moore, 1985)  

Stratigrafi Cekungan Asem - Asem Kalimantan Timur

Stratigrafi Regional

Stratigrafi umum dari Cekungan Asem-Asem mempunyai kemiripan dengan Cekungan Barito. Cekungan Asem-Asem dan Cekungan Barito dipercaya sebagai satu kesatuan deposenter pada Eosen yang menyambung sampai terpisah akibat pengangkatan Pegunungan Meratus pada kala Miosen Akhir (Witts,dkk; 2012). Stratigrafi umum Cekungan Barito dan Cekungan Asem-Asem terdiri dari batuan dasar Mesozoikum dan batuan sedimen Kenozoikum. Penjelasan stratigrafi tersebut banyak dibahas oleh Wakita (2000) dan Satyana (2014) pada bagian batuan dasar Mesoikum sedangkan stratigrafi batuan sedimen Kenozoikum banyak dibahas oleh Witts (2011,2012) dan Satyana (1994).
Stratigrafi batuan dasar Mesozoikum (Wakita, 2000; dan Satyana, 2014) terdiri dari batuan Kompleks Meratus yang berumur Jura – Kapur Akhir, ditutupi oleh batuan vulkanik dan turbidit Kapur Akhir yaitu Formasi Haruyan dan Pitap. Batuan Kompleks Meratus terdiri dari unit ofiolit, unit sedimen pelagik, unit bancuh dan unit metamorfik (Gambar 3).

Unit ofiolit terdiri dari batuan ultramafik peridotit, harzburgite, dan piroksenit yang terserpentinisasi,berasosiasi dengan gabbro dan intrusi plagiogranite,serta lava bantal basalt (disebut dengan Bobaris dan Meratus Ofiolit).Unit ini diperkirakan umurnya tidak lebih muda dari umur radiolaria rijang pada unit pelagik

Unit pelagik terdiri dari rijang yang mengandung fosil radiolarian berasosiasi dengan batugamping, dan serpih tersilifikasi. Umur dari rijang ini adalah Jura Tengah – Kapur Awal.

Unit bancuh pada terdiri dari klastika dan blok dari rijang, lempung silifikasi, batugamping, dan basalt di dalam matrik lempung bancuh. Bancuh dari Meratus Kompleks hanya dapat d teramati pada Pulat Laut.Unit ini diperkirakan lebih muda dari klastik rijang yang berumur Jura Tengah – Kapur Awal dan klastik lempung tersilifikasi yang berumur Kapur Awal

Unit metamorfik terdiri dari Filit Pelaihari dan Sekis Hauran yang keduanya merupakan batuan metamorfik tekanan tinggi. Terdistribusi pada baratdaya dari Pegunungan Meratus. Filit Pelaihari merupakan batuan metamorfik lower grade, yang terdiri dari filit dan sabak yang sedikit tersingkap. Sekis Hauran merupakan batuan metamorfik higher grade, yang terdiri dari sekis glaukopan, sekis kloritoit-kuarsa, sekis kyanit-kuarsa-phengit-kloritod, granet, sekis mika, sekis kuasa-mika, sekis piomontit, dan ampibolit. Protolit dari Sekis Hauran didominasi batuan pelitik dan basa. Berdasarakan K-Ar, umur dari mika dari Sekis Hauran adalah 110-180 Ma.

Formasi Haruyan pada Kompleks Meratus merupakan batuan produk dari aktivitas vulkanik yang berlangsung pada Kapur Akhir. Frmasi ini  umumnya terdiri dari basa sampai andesitik batuan vulkanik seperti, lava, tuf dan breksi tuf. Breksi tuf ini mengandung fenokris feldspar, pumice, fragmen lava, fragmen rijang  di dalam matriks tuf berwarna ungu terang.

Formasi Pitap pada Kompleks Meratus merupakan endapan sedimen flysch pada forearc basin. seperti batupasir, batulanau, konglomerat, serpih dengan sedikit lapisan batugamping dan blok yang mengandung foraminifera Orbitolina berumur Aptian – Albian.

Berdasarkan Heryanto dan Hartono (2003, dalam Satyana, 2014), Subdivisi Formasi Pitap dan Haruyan  ini menggantikan Alino Group yang berumur Kapur Tengah – Kapur Akhir dan Manunggul Group yang berumur Kapur Akhir pada penelitian terdahulu

Endapan sedimen Kenozoikum (Gambar 4) yang menutupi batuan dasar Mesozoikum antara lain di susun oleh Formasi Tanjung, Formasi Berai, Formasi Warukin dan Formasi Dahor (Witts dkk. , 2011 dan Witts, 2012)

Formasi Tanjung  terbentuk pada pengendapan Eosen Tengah sampai akhir Oligosen Awal. Formasi ini didominasi oleh endapan fluvio-tidal pembawa lapisan batubara sampai lingkungan marginal marin.  Liotologi dari formasi ini umumnya batupasir, batulempung karbonan dan batubara. Berdasarkan data palinologi, dasar dari formasi ini berumur akhir Miosen tengah (zona E6), sedangkan lapisan atas dari formasi ini ditemukan kehadiran Nummulites ficheteli dan Eulepidina spp, merujuk pada kisaran Te1-Te5. (Oligosen Awal)

Formasi Tanjung ditutupi secara selaras oleh Formasi Berai pada bagian selatan cekungan dan Formasi Montalat pada jauh di utara cekungan. Formasi Montalat terekam sebagai endapan marginal marine sampai delta sedangkan .Formasi Berai terekam seluruhnya dipengaruhi oleh lingkungan laut. 
Formasi ini dicirikan sebagai batuan paparan karbonat laut dangkal dengan litologi umumnya batulempung, batunapal dan batugamping. Umur dari Formasi Berai adalah Oligosen Awal hingga Miosen Awal, berdasarkan kehadiran Heterostegina borneensis lapisan bawah dari Formasi Berai menunjukkan rentang umur Te1 – Te5 (P21-N4 zona plangtonik).

Formasi Warukin diendapkan selaras di atas Formasi Berai dan Montalat. Formasi ini menunjukkan pengendapan laut dangkal yang kemudian menjadi lingkungan fluvio-deltaic.  Litologi dari formasi ini umumnya batulempung , batupasir dan batubara. Umur dari formasi ini adalah Miosen Awal – Miosen Akhir, berdasarkan kehadiran Miogypsinodella sp., Miogypsina spp. dan L. (N) brouweri pada bagian lapisan bawah formasi yang menunjukkan kisaran umur Te5-Tf1 (N6-N8 zona plangtonik) dan pada lapisan atas formasi berumur lebih tua dari 7.4 Ma (Miosen Awal) dari zona palinologi Florschuetzia meridionalis.

Formasi Dahor diendapkan tidak selaras di atas Formasi Warukin. Formasi ini merupakan endapan molas silisiklastik akibat pengangkatan Pegunungan Meratus. Formasi di terdiri dari endapan polymict fluviatile dan endapan laut dangkal. Formasi ini berumur Miosen Akhir hingga Piosen


Teori Geosinklin




Terminologi geosyncline (Leet, 1982) : “merupakan suatu cekungan dimana terakumulasi sedimen dengan ketebalan ribuan meter, yang disertai penurunan lantai cekungan secara progresif yang disebabkan oleh pembebanan sedimen”. Semua barisan pegunungan yang terlipat dibangun dari geosinklin, namun tidak semua geosinklin menjadi barisan pegunungan. Lokasi tipe geosinklin adalah geosinklin Appalachian, penemunya adalah James Hall. Hall (1859) menyatakan bahwa “arah setiap rantai pegunungan berhubungan dengan garis asal akumulasi sedimen yang sangat besar, atau garis sepanjang sedimen yang sangat melimpah diendapkan”. Pada area Appalachian, lapisan laut/air dangkal diendapkan setebal 40000 kaki, sepuluh lebih tebal dari seri sedimentasi yang ada di Lembah Mississippi. 

Teori geosinklin

Sistem Pengendapan Tipe Estuari

SISTEM ESTUARI
 
Bentuk endapan estuari


Dalam pengertian umum, estuari merupakan bagian dari hilir sungai yang berhubungan langsung dengan laut terbuka. Dalrymple, Zaitlin dan Boyd (1992) mengemukakan bahwa karakter dari estuari yang memiliki pergerakan sedimentasi berarah ke darat dengan sedimen yang berasal dari luar mulut estuari haruslah diperhitungkan, hal ini dilakukan untuk membedakan estuari dengan delta. Oleh karena itu didefinisikan bahwa estuari adalah sebuah bagian dekat laut dari suatu sistem lembah yang terbenam, yang mana sedimen yang diendapkan berasal dari sumber yang berhubungan dengan sungai dan laut serta berisikan fasies yang dipengaruhi oleh proses pasang-surut, gelombang, serta yang berhubungan dengan sungai. Estuari memiliki batas dari arah darat yaitu fasies pasang-surut pada kepalanya dan yang kearah laut yaitu fasies pesisir pada mulutnya. Estuari hanya dapat terbentuk hanya pada saat kenaikan relatif permukaan laut (transgresi). Progradasi cenderung menyebabkan hancurnya estuari dan mengubahnya menjadi delta.
 
Contoh lingkungan estuari


Berdasakan karakteristik fisiografi dari bentuk relatif ketegasan serta tingkatan penghalang dari sungai hingga mulut estuari, dikenal tujuh bentuk dasar estuari modern, yaitu fjords, muara, rias, estuari dataran-pesisir, estuari gosong, estuari semu, estuari mirip-delta serta estuari tektonik. Fjords adalah estuari berbentuk ketegasan kuat dengan profil lembah berbentuk bentuk-U yang terbentuk oleh proses terbenamnya lembah erosi glasial selama kenaikan permukaan laut pada kala holosen. Muara memiliki kemiripan dengan fjords namun memiliki bentuk ketegasan yang lemah. Rias berkembang pada lembah yang berliku-liku dengan bentuk ketegasan yang sedang. Estuari dataran pesisir adalah estuari dengan ketegasan lemah, berbentuk corong pada pandangan burung dan langsung terhubung dengan laut terbuka. Estuari gosong adalah estuari dengan ketegasan lemah berbentuk bentuk-L pada pandangan burung dan mempunyai jalur yang sejajar sepanjang pesisir. Estuari semu adalah estuari yang memiliki kesamaan dengan estuari gosong, namun dalam musim tertentu dapat tertutup oleh migrasi bukit-pasir. Estuari mirip-delta terdapat pada depan delta sebagai percabangan dari sungai sementara. Estuari tektonik merupakan estuari yang berbentuk seperti botol, memiliki ketegasan-kuat pada bagian mulut-nya dan ketegasan lemah pada kepala-nya yang pembentukannya disebabkan karena peristiwa tektonik.