Pages

Potensi Asbes Di Indonesia

1. Pendahuluan 

Asbes merupakan mineral yang terdapat di alam. Asbes adalah istilah umum dari serat mineral yang terdapat di alam dan terdiri dari berberapa jenis seperti amosit, krosidolit, tremolit, antofilit, amfibol dan krisofil. Endapan asbes di Indonesia terdapat di beberapa lokasi, dan untuk pengembanganya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Mengingat hal tersebut, diperlukan informasi yang lengkap mengenai asbes di Indonesia. Kegunaan Asbes antara lain sebagai bahan baku industri, seperti industri barang dari karet, industri bahan bangunan, industri perlengkapan dan komponen kendaraan roda empat. Kebutuhan asebes sebagai bahan baku itu semakin meningkat dan diperlukan pengolahan asbes di Indonesia.

2. Kondisi Geologi Pembentukan Asbes

Asbes merupakan salah satu hasil dari transformasi batuan atau mineral lainnya. Ganesa asbes terbentuk kemungkinan lebih dari satu juta tahun yang lalu sehingga perlu dibedakan antara proses transformasi dengan kegiatan produksi asbes.
Variasi dari formasi asbes tidak terbentuk secara keseluruhan tetapi bersifat relatif dan saling mempengaruhi. Hal ini disebabkan antara lain oleh pergerakan tektonik lokal dan kondisi geologi, keadaan permukaan , rekahan, tekanan, keadaan temperatur, dan faktor intrusi lainnya. Proses transformasi membedakan dua kelompok asbes yaitu proses transformasi metamorfik serpentit dan jenis amfibol. Proses metamorfosa ini memperkaya material dengan SiO2.

Mineralogi
Asbes adalah istilah pasar untuk bermacam macam mineral yang dapat dipisah - pisahkan , sehingga menjadi serabut yang fleksibel. Berdasarkan komposisi mineralnya asbes dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu :
- Golongan Amfibol yaitu mineral Aktinolit, antofilit, amosit , tremolit, dan krosidolit.

- Golongan serpentinit yaitu minerla krisotil yang merupakan hidroksida dari magnesium silikat dengan komposisi Mg6(OH)6(Si4O11)H20.

Walaupun sudah jelas mineral asbes terdiri dari silikat kompleks tetapi sebenarnya silikat itu berasal dari molekul molekul Si4O11.

Beberapa komposisi mineral asbes adalah sebagai berikut :

Antofilit yaitu amfibol ortorombik dengan komposisi mineral (MgFe)II7(OH)2(SiO11)2.
Termolit komposisi mineralnya Ca2Mg5(OH)2(Si4O11)2.
Amosit adalah antofilit yang kaya akan besi atau feroantofilit dengan komposisi MgAlFe3(II)Fe(III)(OH)2(Si4O11)2.
Krosidolit disebut juga blue asbestos karena warna birunya termasuk dalam mineral Riebeckite yaitu suatu amfibol berbentuk monoklin. Komposisi kimianya Na2MgFe5(II)(OH)2 (SiO11)2.
aktinolit yaitu bila oksida datang menggantikan magnesium dari tremolit. Komposisi mineralnya C2(Mg,Fe)5 (OH) 2 (SiO11)2

Geologi Pulau Sumba

Pendahuluan

Pulau Sumba memiliki posisi yang khas terkait dengan busur Sunda-Banda yang merepresentasikan sebuah potongan terisolasi dari kerak benua terhadap busur kepulauan vulkanik aktif (Sumbawa, Flores) dalam cekungan muka busur, terletak di bagian utara pada transisi antara Palung Jawa (bidang subduksi) dengan Timor Trough (bidang kolisi). Hal tersebut tidak menunjukkan efek kompresi kuat, berbeda dengan pulau-pulau sistem busur sebelah luar (Savu, Roti, Timor), sedangkan unit magmatik menjadi bagian yang substansial pada stratigrafi Kapur Akhir hingga Paleogen.

Secara batimetri, Sumba merupakan punggungan yang memisahkan cekungan muka busur Savu (kedalaman > 3000 m) di timur dan cekungan muka busur Lombok (kedalaman > 4000 m) di barat. Studi seismik refraksi menunjukkan (Barber et al., 1981) bahwa Sumba merupakan kerak benua dengan tebal 24 km (Chamalaun et al., 1981). Berdasrkan studi tektonik yang dilengkapi data paleomagnetik dan geokimia, beberapa ahli menganggap Sumba merupakan mikrokontinen atau fragmen kontinen (Hamilton, 1979; Chamalaun dan Sunata, 1982; Wensink, 1994, 1997; Vroon et al., 1996; Soeria-Atmadja et al., 1998).

Tiga model geodinamik untuk Sumba telah dikemukakan oleh Chamalaun et al. (1982) dan Wensink (1994) yaitu sebagai berikut: (1) Semula Sumba merupakan bagian dari Kontinen Australia yang telah terpisah ketika cekungan Wharton telah terbentuk, terapung dan bergerak ke arah utara kemudian terperangkap di belakang Palung Jawa bagian timur (Audley-Charles, 1975; Otofuji et al., 1981); (2) Sumba pernah menjadi bagian dari Paparan Sunda yang kemudian terapung dan bergerak ke arah selatan selama pembukaan Cekungan Flores (Hamilton, 1979; Von der Borch et al., 1983; Rangin et al., 1990); dan (3) Sumba merupakan salah satu mikrokontinen atau bagian dari kontinen yang lebih besar di dalam Tethys, yang kemudian terfragmentasi (Chamalaun dan Sunata, 1982).