Beberapa Miskonsepsi Dalam Pengetahuan Dasar Ilmu Geologi




Oleh : R.P. Koesoemadinata
(Guru Besar Teknik Geologi ITB) 
 

 I. Pendahuluan
Pengalaman menguji pada sidang-sidang Ujian Sarjana di Bandung maupun di Yogya ternyata terdapat kekeliruan pengertian yang umum dalam dasar-dasar geologi, yang bersifat fundamental. Hal tersebut disebabkan karenakurangnya si calon sarjana mambaca texbook geologi yang baru, sudah kunonya diktat-diktat geologi, atau adanya salah tafsir atau pengertian geologi yang telah kepalang salah dan berurat akar serta dikomunikasikan secara lisan antara mahasiswa senior ke mahasiswa junior. Lain-lain penyebab adalah adanya pengertian orang awam mengenai geologi yang salah tetapi para mahasiswa geologi ikut-ikutan karena takut disebut nonkonformist. Terakhir adalah perkembangan ilmu geologi dalam methoda walaupun konsep, misalnya “Plate-tectonics”.
II. Istilah Umur Absolut dan Umur Relatif
Ditahun limapuluhan umur geologi secara konsepsional ditegaskan sebagai umur absolut dan umur relatif. Umur absolut dinyatakan dalam tahun ada jutaan tahun, sedangkan umur relatif adalah penempatan suau satuan stratigrafi relatif terhadap zaman-zaman geologi yang established” berdasarkan fosil-fosil tertentu, tanpa ditentukan batas-batasnya secara geochronologi yang dinyatakan dalam skala waktu / satuan waktu dalam tahun.
Maklum dalam dekade belakangan ini methoda penentuan umur secara radiometrik telah menjadi sesuaty yang standard, berkat kemajuan teknologi. Batas-batas zaman/periode geologi yang sekarang lebih ditentukan (fixed) secara radiometris dan dinyatakan dalam jutaan tahun. Hal ini ternyata dapat dilihat dalam daftar skala waktu yang dikeluarkan berbagai instansi/peneliti. Dengan demikian tidak ada perbedaank onsepsional konsepsional antara “umur absolut” dan “umur relatif”, yang ada hanya metoda penentuannya saja, malah ada pula metoda-metoda lain. Metoda-metoda tersebut adalah:


1.     Metoda penentuan secara relatif (dengan fosil/posisi stratigrafi)
2.     Metoda penentuan radiometris
3.     Metoda penentuan dengan skala paleomagnetik

Istilah umur absolut malah telah tidak dipergunakan, dan istilah metoda radiometris yang dipakai sedikit banyak sebagai pengganti umur absolut. Secara kelakar istilah absolut ini tidak dipakai karena umur absolut itu bisa bersifat “absolutely right” atau absolutely wrong”. Juga hal tersebut dapat dilihat dalam buku-buku text modern seperti Holmes.

III. Prinsip-Prinsip Stratigrafi

3.1 Hukum-Hukum Steno, 1669


Prinsip-prinsip Steno sering diidentikan hanya dengan prisip Superposisi, padahal prinsip-prinsip superposisi hanya merupakan salah satu prinsip dari prinsip-prinsip Steno. Prinsip Steno secara lengkap adalah:

1.     Prinsip Superposisi (Superposition of strata)
2.     Prinsip kesinambungan lateral (lateral continuity)
3.     Prinsip akumulasi vertikal/keaselian horizontal (original horizontality)

Prinsip-prinsip Superposisi dinyatakan sebagai:
“Lapisan (batuan sedimen) yang berada di bawah lapisan (sedimen) lainnya, berumur lebih tua daripada lapisan yang berada di atasnya”.
Perlu ditekankan bahwa prinsipin mengenailapisan (sedimen) dan bukan satuan batuan, formasi, dll. Prinsip ini secara implisit menyatakan bahwa bidang perlapisan adalah bidang kesamaan waktu.
Secara lengkap hukum-hukum ini adalah sebagai berikut:

(a)   Hukum Superposisi: Lapisan yang berada di atas adalah lebih muda daripada lapisan yang ada di bawahnya dalam urut-urutan normal.
Dalil yang diturunkan:

·         Bidang perlapisan adalah bidang kesamaan waktu
·         Bidang perlapisan adalah permukaan pengendapan (depositional interface).

(b)   Hukum kesinambungan lateral (lateral continuity): Lapisan sedimen menerus secara lateral (sampai ke tepi cekungan pengendapannya; dimana ia membaji).
Dalil yang diturunkan:

·         Penerusan/penyusuran bidang perlapisan atau lapisan adalah meneruskan bidang kesamaan waktu atau merupakan dasar dari prinsip korelasi stratigrafi.
·         Penghentian kesinambungan lapisan terjadi oleh:

1.   Pembajian, atau/dan;
2.   Perubahan fasies (dimana perlapisan tetap menerus), atau/dan;
3.   Pemancungan karena erosi dibawah ketidakselarasan, atau/dan;
4.   Dislokasi karena sesar.

(c)   Hukum asal horizontal (original horizontality): lapisan pada asal mulanya diendapkan pada keadaan mendatar (horizontal).
Dalil yang diturunkan:

·   Akumulasi pengendapan terjadi secara vertikal (principle of vertical accumulation).
·   Pengecualian: pada keadaan tertentu (lingkungan delta, pantai, terumbu, dan seterusnya) dapat terjadi permukaan pengendapan yang miring yang disebut kemiringan asli (original dip), atau clinoform.
·  Turunan pengecualian: Akumulasi pengendapan dalam keadaan tertentu dapat terjadi secara lateral karena progradasi (lateral accumulation through progradation).

3.2 Prinsip William Smith

Prinsip ini dalam aslinya berbunyi:
“Successive untis of sedimentary strata can be traced by it diagnostic fossil assemblage when lithologic criteria isindecisive”.

Urutan lapisan sedimen dapat dilacak (secara lateral) dengan mengenali kumpulan fosilnya yang diagnostik jika kriteria lithologi tidak menentu (sama sekali tidak disebut-sebut mengenai umur).
Ini dapat diartikan bahwa dalam urut-urutan lapisan batuan sedimen, maka suatu lapisan yang sama mengandung kumpulan fossil yang sama walaupun lithologinya sudah berubah. Ini berarti pula bahwa kesinambungan lateral suatu lapisan kendati tidak dapat dilacak secara fisik dan juga walaupun litologinya sudah berubah, masih tetap dapat dikenali sebagai lapisan yang sama dengan mengelai isi kandungan fosilnya sama.
Aplikasi prinsip ini oleh William Smith dipergunakan untuk membuat peta geologi pertama dari daerah Inggris, yang didasarkan atas kesinambungan lapisan dan bukan kesinambungan litologi. Satuan stratigrafi dapat saja berubah litologinya secara lateral.
Dengan demikian prinsip William Smith tidak menyatakan bahwa kumpulan fossil dapat dipakai untuk menentukanumur ataupun umur yang sama, tetapi dapat dipakai untuk melacak/meneruskan lapisan/perlapisan secara lateral, jadi fossil dapat dipergunakan untuk korelasi.
Gabungan prinsip Steno dan Prinsip William Smith menurunkan suatu kaidah : Kumpulan fossil yang sama menunjukkan umur yang sama.
Tetapi prinsip yang merumuskan bahwa fossil dapat dipakai untuk menentukan umur relatif adalah prinsip yang berikutnya:

3.3  Hukum Urutan Pergantian Fauna (Law of Faunal Succession)

Dalam urut-urutan lapisan batuan sedimen, maka sekelompok lapisan dapat mengandung kumpulan fosil-fosil (fauna) tertentu, yang berbeda dengan sekelompok lapisan diatasnya ataupun satuan sekelompok lapisan yang ada di bawahnya.
Dalam meneliti jenis-jenis fossil pada setiap satuan stratigrafi maka Cuvier (1769-1832) menurunkan prinsip berikutnya.

3.4  Prinsip Kepunahan Organik (Principles of Organic Extinction).
(George Cuvier, 1769-1832)
“Principles of organic extinction is demonstrated by different fossil assemblages in successive stratigraphic untis, younger deposit contained creatures more like those of the present day than did the older deposit. Rock succession revealed advanding complexity of life”.


Prinsip kepunahan organik dibuktikan oleh kumpulan-kumpulan fossil yang berlainan dalam urutan satuan stratigrafi, endapan yang lebih muda mengandung makhluk-makhluk yang lebih menyerupai makhluk-makhluk yang sekarang daripada yang dikandung oleh endapan yang lebih tua. Urutan batuan mengungkapakan kekompleksan kehidupan yang semakin maju.

Pengkaitan prinsip Steno, prinsip William Smith, Hukum urutan penggantian Fauna dan prinsip kepunahan organik (Cuvier), maka dapatlah diturunkan prinsip umur relatif geologi.

Prinsip Umur Geologi Relatif: Setiap zaman geologi dicirikan oleh sekumpulan fossil tertentu.

Berdasarkan prinsip ini dan prinsip ketidakselarasan dari James Hutton berkembanglah secara berangsur-angsur skala waktu relativ, yang setiap zamannya mempergunakan nama lokasi geografi daerah dimana satuan waktu itu terungkapkan pertama kali secara baik dalam suatu urutan lapisan sedimen yang merupakan satuan stratigrafi. Contoh: Cambrium, Silurian, dsb.
Selain itu penggabungan prinsip-prinsip status tadi juga menghasilkan dua teori untuk menafsirkan penyebab prinsip-prinsip di atasterutama Hukum Pergantian Fauna dan Prinsip Ketidakselarasan.

1.     Teori Katastrofisme (Malapetaka) dari Cuvier (1769-1832) dimana pada akhir suatu zaman fauna itu punah oleh suatu malapetaka yang diwakili oleh ketidakselarasan, dan suatu fauna lain dikreasikan kembali pada permulaan berikutnya.

2.     Teori Evolusi Organik dari:


a)     Darwin (survival of the fittest, natural selection)
b)    Lamarch (adaptasi terhadap lingkungan).

Dimana ketidakselarasan diakibatkan perioda pembentukan pegunungan secara perlahan-lahan serta denudasinya kembali, dan mewakili waktu lama yang hilang.

3.5 Prinsip Perubahan Facies (Grezzly)
Apa yang dilakukan dan diamati oleh Grezzly sebetulnya adalah dia mengikuti perlapisan suatu kelompok lapisan sedimen secara lateral sesuai dengan prinsip Steno yang kedua, yaitu lateral continuity, dan mengamati aspek paleontologi dan litologi (fosil-fosil dan jenis batuan, atau textur dan sifat-sifat batuannya) dapat berubah dari titik satu ketempat yang lain sepanjang lapisan yang sama.
Dikatakan bahwa pada setiap titik (sepanjang lapisan) faciesnya dapat berubah-rubah, yang ditafsirkan sebagai lingkungan pengendapan. Sesuai dengan prinsip Steno, maka bidang perlapisan dianggap permukaan waktu yang sama, sehingga facies sekarang diklasifikasikan sebagai aspek litologi (kimia, fisika) dan paleontologi (biologi) yang dimanifestasikan pada endapan-endapan yang bersamaan umurnya. E. Haug mendefinisikan fasies sebagai jumlah total aspek litologi dan paleontologi pada suatu titik (dalam endapan-endapan yang bersamaan waktu).
Karena kurang dihayati mengenai apa yang dilakukan oleh Grezzly untuk sampai pada konsep facies, maka “waktu yang sama” ini ditafsirkan harus ditentukan/dikorelasikan dengan fosil saja. Bahwasanya perubahan fasies dapat ditentukan sampai korelasi dengan fossil, tetapi dengan mengkorelasikan dengan melacak/meneruskan bidang perlapisan, didemonstrasikan oleh korelasi log listrik, dimana shale-out lapisan pasir dapat terbukti.
Pemakaian istilah facies dalam urutan vertikal perlu disesalkan begitu  pula istilah facies diidentikkan dengan lingkungan pengendapan sangat menyesatkan. Istilah marine facies, diidentikkan dengan lingkungan pengendapan sangat menyesatkan. Istilah marine facies, neritic dan sebagainya dianjurkan tidak dipakai. Yang benar adalah coal facies, sandstone facies, koralalgal facies, algal-foraminifera facies, planktonic foraminifera facies. Begitu pula istilah lithofacies, seismofaices, electrofacies dan mikro facies dapat digunakan, selama ini berarti aspek lithologi/paleontologi sepanjang perlapisan yang ditentukan oleh sifat seismiknya, sifat litologi, sifat listrik dan sifat-sifat yang dapat dilihat secara mikroskopis.

3.6 Bidang Perlapisan, Batas Litologi dan Batas Formasi

Sering dikatakan: Batas formasi memotong batas (bidang kesamaan) waktu. Dalam hal ini bidang perlapisan dikacaukan dengan batas lithologi/lithofacies dan dengan batas formasi. Bidang perlapisan boleh diidentifikasikan dengan bidang kesamaan waktu sesuai dengan prinsip Steno.
Memang dalam urutan vertikal batas litologi adalah bidang perlapisan, tetapi secara lateral batas litologi adalah berangsur dan disebut batas perubahan lithofaices. Batas formasi setempat berhimpitan dengan bidang perlapisan/batu litologi, tetapi secara regional batas formasi adalah batas litologi tetapi memotong bidang perlapisan atau bidang kesamaan waktu. Juga sering dikatakan:
“ Time boundaries are inherently diahronic to lithologic boundaries” (Shaw, 1964). Hal ini benar selama lithologic boundaries tidak diidentifikasikan dengan bidang perlapisan.
Sebaiknya dikatakan: “Formation boundaries shift in stratigraphic position form localities to localities”.

3.7 Prinsip-Prinsip Ketidak-selarasan

Prinsip ini dinyatakan oleh James Hutton (1775) dan terutama dalam rangka interpretasi adanya gejala pembentukan pegunungan serta adanya siklus geologi. Sebetulnya hanya ada 3 jenis ketidakselarasan:

1.     Ketidakselarasan sejajar (disconformity)
2.     Ketidakselarasan bersudut (angular unconformity)
3.     Bukan keselarasan (nonconformity)


Para mahasiswa selalu menganggap paraconformity atau paraunconformity sebagai sesuatu yang penting diantara jenis ketidakselarasan, padahal jenis ini adalah sangat kontraversial dan diragukan akan adanya dan tidak mempynyai arti stratigrafi yangpentingdantidaklah sesuatu yang fundamental.
Adanya ketidakselarasan atau keidakmenerusan vertikal (stratigraphic discontinuity) ini pada zamannya menunjang teori katastropisme,dimana setiap diskontinuitas merupakan perioda terjadinya malapetaka.

Secara lengkap hukum tersebut adalah sebagai berikut:

1.    Dalam urutan-urutan lapisan batuan sedimen kadang-kadang didapatkan bidang pemisah dimana lapisan-lapisan yang di bawah adalah merupakan hasil daur geologi yang lebih tua dari urutan lapisan diatasnya.
2.   Setiap daur geologi terdiri dari peristiwa permulaan dan akhir suatu pengendapan (berlangsung beberapa puluh juta tahun) yang ditandai/dipisahkan oleh bidang yang mewakili perioda tidak ada pengendapan yang disebabkan pengangkatan dengan atau tanpa pemiringan, perlipatan ataupun yang disertai intrusi batuan beku serta metamorfosa yang kemudian diikuti erosi.
3.    Bidang ini disebut bidang ketidakselarasan yang dibagi atas:

a)     Bidang ketidakselarasan sejajar (disconformity) jika perioda ini hanya diwakili pengangkatan atau erosi saja (epirogenesa).
Pengamatan stratigrafi: Lapisan di atas bidang ketidakselarasan sejajar dengan lapisan di bawahnya.

b)    Bidang ketidakselarasan bersudut (angular unconformity) jika perioda ini diwakili pemiringan atau perlipatan serta pengangkatan dan erosi (orogenesa).
Pengamatan stratigrafi: lapisan di bawah bidang ketidakselarasan membuat sudut terhadap lapisan yang di atasnya.

c)     Bidang bukan keselarasan (nonconformity)
Jika perioda pemisah ini diwakili oleh gejala intrusi dan atau metamorfosa regional serta pengangkatan yang diikuti erosi sehingga menyingkapkan batuan kristalin ini (beku dan metamorfosa) sebelum lapisan diatasnya diendapkan.
Pengamatan stratigrafi: Batuan di bawah bidang bukan keselarasan adalah batuan beku plutonik atau metamorfosa (kristalin).

4.   Bidang ketidakselarasan merupakan dasar untuk pengendapan sedimen daur geologi yang berada di atasnya.
Turunan: Lapisan di atas bidang ketidakselarasan selalau berada dalam keadaanparallel atau subparallel terhadap bidang ketidakselarasan.

3.8 Orogenesa
Konsep ini merupakan konsep klasik dari pembentukan pegunungan, namun demikian pengertian ini harus betul. Sering untuk mahasiswa mengartikan proses ini sebagai pengangkatan saja (tanpa perlipatan/deformasi tektonik). Sebetulnya arti dari orogenesa ini adalah pembentukan pegunungan, dansecara klasik proses ini melibatkan deformasi tektonik seperti perlipatan dan pematahan yang kandangkaladiikuti oleh intrusi magam dan kemudian diangkat menjadi rangkaian pegunungan.

3.9 Orogenesa dan Ketidakselarasan
Para mahasiswa sering tidak dapat melihat hubungan antara ketidakselarasan dan orogenesa, seperti kalau ditanya bagaimana cara menentukan adanya orogenesa di Paleozoikum dan Mesozoikum, mereka bingung. Padahal justru konsep orogenesa dan siklus geologi itu ditafsirkan dari adanya ketidakselarasan bersudut. Juga sukar dibayangkan hubungan antara bukan-keselarasan (nonconformity) dengan orogenesa; karena tidak sadar bahwa orogenesa pada umumnya diikuti oleh aktivitas magma berbentuk pluton atau batholit, sehingga perlu adanya waktu yang lama untuk erosi dari pegunungan sampai ke akarnya, sebelum diendapkannya siklus sedimentasi yang berikutynya.

3.10 Epirogenesa dan Ketidakselarasan Sejajar

Pada umumnya tidak ada kesulitan untuk melihat hubungan ini, tetapi kebanyakan mahasiswa tidak sadar bahwa ketidakselarasan sejajar pada umumnya disebabkan gerakan epiroggenesa.

3.11 Transgresi dan Regressi
Sangatlah tepat bahwa proses transgressi diterjemahkan sebagai genang laut sedangkan regresi sebagai susut laut, karena proses ini adalah perpindahan relatif dari garis pantai. Namun sering sekaliproses ini ditafsirkan sebagai proses pengangkatan dan penurunan dasar cekungan,

Penafsiran regresi sebagai pengangkatan dasar cekungan adalah keliru, sebab pengangkatan dasar cekungan akan berarti lapisan sedimen akirnya akan berada di atas mukalaut dan sedimentasi berhenti, malah akan terjadi erosi sehinga menimbulkan ketidakselarasan.

Kekeliruan ini disebabkan karena transgressi dan regressi selalu diperlihatkan dalam penampang melintang yang ideal; yang memperlihatkan hubungan susut laut ini secara lateral, dan seolah-olah sedimentasi ini secara vertikal berhenti dan bergerak secara akumulasi lateral.

Padahal prinsip dari konsep transgressi dan regressi berasal dari analisa suatu profil/kolom stratigrafi, yangmemperlihatkan berubahnya fasies dari lingkungan darat di bawah menjadi fasies batuan yang diendapkan di lingkungan laut di atas ini ditafsirkan sebagai proses transgressi, sedangkan pembahasan dari fasies lingkungan pengendapan naik ke atas menjadi lingkungan daratan disebut regressi.
Jelas bahwa sebetulnya kita berhubungan dengan adanya sedimentasi yang menerus (tanpa adanya erosi/ketidakselarasan) dan ini berarti bahwa sebetulnya cekungan terus menurun sehingga tebal yang menerus dapat terjadi. Hal ini juga berlaku di lingkungan pengendapan non marine; cekungan tetap menurun sehingga memungkinkan terjadinya lapisan nonmarin yang tebal/jauh lebih tebal dari kedalaman rawa-rawa atau sungai dan menerus.
Maka sebaiknya pengertian transgressi dan regressi dikaitkan dengan pengertian laju sedimentasi (rate of deposition) dan dibandingkan dengan laju penurunan cekungan (rate of subsidence).
Transgressi: Laju penurunan cekungan (rate of subsidence) lebih cepat dari pada laju pengendapan (rate of deposition) sehingga menyebabkan pantai mundur ke arah daratan  (Rs > Rd).

Regressi: Laju pengendapan (rate of deposition) lebih cepat dari laju penurunan cekungan (rate of subsidence) sehingga menyebabkan pantai maju ke arah laut (Rs < Rd).

Instilah majunay pantai ke arah laut, yang juga merupakan majunya pusat pengendapan (deposentrum) disebut pula progradasi.

3.12 Perlapisan Silang Siur

Sering calon sarjana jika ditanyakan cara terbentuknya lapisan silang siur menjawab “disebabkan arus bolak balik”. Entah dari mana, tidak ada satupun texbook yang menyatakan demikian, tetapi rupanya interpretasi sendiri dari gambar corssbedding yang seolah-olah oleh pengendapan terjadi dari dua arah yang berbeda. Sebenranya pembentukan struktur silang-suir terbentuk oleh pengendapan dari arus traksi yang membentuk gelembur-gelombang besar yang berpindah-pindah dalam arah arus (migrating dunes). Pengendapan lapisan-lapisan tipis pada bagian muka (foreset) dari gelembur yang berpindah tersebut sebagai avalanche ataupun dibelakangnya sebagai acretion menghasilkan struktur lapisan silang siur, yang membuat sudut terhadap bidang pengendapan horizonta. Kekecualian terbentuk silang-siur yangdibentuk arus bolak-balik adalah di daerah pasang-surut (tidal flats), tetapi jenis dari struktur silang-siur ini adalah khusus dan disebut “herring bone cross stratification” (silang-siur tulang ikan).

3.13 Penentuan Umur dengan Fossil dan Kisaran Umur
Ada terdapat suatu kekeliruan pengertian mengenai cara penentuan umur dengan fossil. Misalnya saja suatu contoh batuan diambil dari Formasi Baong, dna mikropaleontologi menentukan umurnya sebagai N8-N12 menurut zonasi Blow si Mahasiswa kemudian berkesimpulan bahwa Formasi Baong ini berlangsung dari N8 sampai N12. Hal ini sangat keliru!
Yang benar adalah bahwa lapisan pada posisi mana dalam Formasi Baong contoh itu diambil boleh jadi berumur N8, atau N9, atau N10, atau N11 dan atau N12, tetapi tidak betul sama sekali umur contoh batuan itu berkisar dari umur N8 sampai dengan N12, apa lagi seluruh formasi ini umurnya mulai dari N8 (batas bawah Formasi) dan berakhir pada N12 (batas atas formasi).
Jika seandainya contoh lain diambil dari posisi stratigrafi lebih atas dari contoh 1 menunjukkan N13 - N14, maka mungkin contoh 1 berumur N12 dan contoh kedua N13 atau N14. Begitu pula contoh 3 diambil dari posisi stratigrafi lebih rendah dari contoh 1 menunjukkan N12 – N13, maka mungkin contoh 1 berumur N13 dan contoh 3 berumur N12, atau contoh 1 dan contoh 3 berumur N12 atau contoh 1 dan contoh 3 kedua-duanya berumur N13 (stau N13 bagian atas satu lagi N13 bagian bawah).

3.14  Prinsip Intrusi (James Hutton, 1795)
1.     Batuan intusi (magmatic) selalu mengintrusi batuan yang lebih muda.
2.     Tubuh batuan intrusi dapat bersifat (terhadap batuan yang diintrusinya):
  1. Konkordan (batas intrusi adalah sejajar dengan perlapisan batuan yang diintrusinya):
-          Sill (bentuk pipih seperti lapisan)
-          Lakolit (bentuk lensa cembung)
-          Lapolit (bentuk lensa cekung)
-          Fakolit (Phacolit)

  1. Diskordant (batas intrusi adalah memotong perlapisan batuan yang diintrusinya)
-          Dyke (korok, gang), bentuk pipih seperti lapisan
-          Stock, bentuk pipa
-          Boss, bentuk kubah kecil
-          Batolit: bentuk tak menentu besar (ratusan kilometer) tanpa dasar yang diketahui.

3.     Perbatasan antara batuan intrusi dan batuan yang diintrusi

  1. Jalur pendinginan (chill zone) pada batuan yang mengintrusi; penghalusan kristal berangsur ke arah batas intrusi.
  2. Front basis (basic front) pada batuan yang mengintrusi; peningkatan mineral-mineral mafik (hitam) ke arah batas intrusi, terutama dalam pluton / batolit.
  3. Effek pembakaran (baking effect) pada batuan sediment yang diintrusi, bentuk pengerasan, pada sedimen lempung.
  4. Jalur ubahan pada batuan yang diintrusi
  5. Jalur metamorfosa termal (contack metamorphism) pada sedimen yang diintrusi, seperti batuan tanduk (hornstone), rekristalisasi, pembentukan mineral-mineral khusus seperti wollastonit, garnet, kyanit.




1 comment:

  1. Ternyata seperti itu ya banyak ilmu yang sering kita salahpahami terutama juga bahasan mengenai Pengertian Geologi

    ReplyDelete

Featured post

Bio Mining Masa Depan Tambang Hijau

Kondisi Penambangan saat ini ( sumber ) Pada saat ini penambangan sumber daya alam selalu bertentangan dengan lingkungan alam. Penamb...