Oleh
: R.P. Koesoemadinata
(Guru Besar Teknik Geologi ITB)
I. Pendahuluan
Pengalaman
menguji pada sidang-sidang Ujian Sarjana di Bandung maupun di Yogya ternyata
terdapat kekeliruan pengertian yang umum dalam dasar-dasar geologi, yang
bersifat fundamental. Hal tersebut disebabkan karenakurangnya si calon sarjana
mambaca texbook geologi yang baru, sudah kunonya diktat-diktat geologi, atau
adanya salah tafsir atau pengertian geologi yang telah kepalang salah dan
berurat akar serta dikomunikasikan secara lisan antara mahasiswa senior ke
mahasiswa junior. Lain-lain penyebab adalah adanya pengertian orang awam
mengenai geologi yang salah tetapi para mahasiswa geologi ikut-ikutan karena
takut disebut nonkonformist. Terakhir adalah perkembangan ilmu geologi dalam
methoda walaupun konsep, misalnya “Plate-tectonics”.
II. Istilah Umur Absolut dan Umur
Relatif
Ditahun
limapuluhan umur geologi secara konsepsional ditegaskan sebagai umur absolut
dan umur relatif. Umur absolut dinyatakan dalam tahun ada jutaan tahun,
sedangkan umur relatif adalah penempatan suau satuan stratigrafi relatif
terhadap zaman-zaman geologi yang established” berdasarkan fosil-fosil
tertentu, tanpa ditentukan batas-batasnya secara geochronologi yang dinyatakan
dalam skala waktu / satuan waktu dalam tahun.
Maklum
dalam dekade belakangan ini methoda penentuan umur secara radiometrik telah
menjadi sesuaty yang standard, berkat kemajuan teknologi. Batas-batas
zaman/periode geologi yang sekarang lebih ditentukan (fixed) secara radiometris
dan dinyatakan dalam jutaan tahun. Hal ini ternyata dapat dilihat dalam daftar
skala waktu yang dikeluarkan berbagai instansi/peneliti. Dengan demikian tidak
ada perbedaank onsepsional konsepsional antara “umur absolut” dan “umur relatif”,
yang ada hanya metoda penentuannya saja, malah ada pula metoda-metoda lain.
Metoda-metoda tersebut adalah:
1.
Metoda penentuan secara relatif (dengan
fosil/posisi stratigrafi)
2.
Metoda penentuan radiometris
3.
Metoda penentuan dengan skala
paleomagnetik
Istilah
umur absolut malah telah tidak dipergunakan, dan istilah metoda radiometris
yang dipakai sedikit banyak sebagai pengganti umur absolut. Secara kelakar
istilah absolut ini tidak dipakai karena umur absolut itu bisa bersifat
“absolutely right” atau absolutely wrong”. Juga hal tersebut dapat dilihat
dalam buku-buku text modern seperti Holmes.
III. Prinsip-Prinsip Stratigrafi
3.1 Hukum-Hukum Steno, 1669
Prinsip-prinsip
Steno sering diidentikan hanya dengan prisip Superposisi, padahal
prinsip-prinsip superposisi hanya merupakan salah satu prinsip dari
prinsip-prinsip Steno. Prinsip Steno secara lengkap adalah:
1. Prinsip Superposisi (Superposition of strata)
2.
Prinsip kesinambungan lateral (lateral
continuity)
3.
Prinsip akumulasi vertikal/keaselian
horizontal (original horizontality)
Prinsip-prinsip
Superposisi dinyatakan sebagai:
“Lapisan
(batuan sedimen) yang berada di bawah lapisan (sedimen) lainnya, berumur lebih
tua daripada lapisan yang berada di atasnya”.Perlu ditekankan bahwa prinsipin mengenailapisan (sedimen) dan bukan satuan batuan, formasi, dll. Prinsip ini secara implisit menyatakan bahwa bidang perlapisan adalah bidang kesamaan waktu.
Secara lengkap hukum-hukum ini adalah sebagai berikut:
Dalil yang diturunkan:
·
Bidang perlapisan adalah bidang
kesamaan waktu
·
Bidang perlapisan adalah permukaan
pengendapan (depositional interface).
(b)
Hukum
kesinambungan lateral (lateral continuity):
Lapisan sedimen menerus secara lateral (sampai ke tepi cekungan pengendapannya;
dimana ia membaji).
Dalil yang diturunkan:
·
Penerusan/penyusuran bidang perlapisan
atau lapisan adalah meneruskan bidang kesamaan waktu atau merupakan dasar dari
prinsip korelasi stratigrafi.
·
Penghentian kesinambungan lapisan
terjadi oleh:
1.
Pembajian, atau/dan;
2.
Perubahan fasies (dimana perlapisan
tetap menerus), atau/dan;
3.
Pemancungan karena erosi dibawah
ketidakselarasan, atau/dan;
4.
Dislokasi karena sesar.
(c)
Hukum
asal horizontal (original horizontality):
lapisan pada asal mulanya diendapkan pada keadaan mendatar (horizontal).
Dalil yang diturunkan:
· Akumulasi pengendapan terjadi secara
vertikal (principle of vertical accumulation).
· Pengecualian: pada keadaan tertentu
(lingkungan delta, pantai, terumbu, dan seterusnya) dapat terjadi permukaan
pengendapan yang miring yang disebut kemiringan asli (original dip), atau
clinoform.
· Turunan pengecualian: Akumulasi
pengendapan dalam keadaan tertentu dapat terjadi secara lateral karena progradasi
(lateral accumulation through progradation).
3.2 Prinsip William Smith
Prinsip
ini dalam aslinya berbunyi:
“Successive
untis of sedimentary strata can be traced by it diagnostic fossil assemblage
when lithologic criteria isindecisive”.
Urutan
lapisan sedimen dapat dilacak (secara lateral) dengan mengenali kumpulan
fosilnya yang diagnostik jika kriteria lithologi tidak menentu (sama sekali
tidak disebut-sebut mengenai umur).
Ini
dapat diartikan bahwa dalam urut-urutan lapisan batuan sedimen, maka suatu
lapisan yang sama mengandung kumpulan fossil yang sama walaupun lithologinya
sudah berubah. Ini berarti pula bahwa kesinambungan lateral suatu lapisan
kendati tidak dapat dilacak secara fisik dan juga walaupun litologinya sudah
berubah, masih tetap dapat dikenali sebagai lapisan yang sama dengan mengelai
isi kandungan fosilnya sama.
Aplikasi
prinsip ini oleh William Smith dipergunakan untuk membuat peta geologi pertama
dari daerah Inggris, yang didasarkan atas kesinambungan lapisan dan bukan kesinambungan
litologi. Satuan stratigrafi dapat saja berubah litologinya secara lateral.
Dengan
demikian prinsip William Smith tidak menyatakan bahwa kumpulan fossil dapat
dipakai untuk menentukanumur ataupun umur yang sama, tetapi dapat dipakai untuk
melacak/meneruskan lapisan/perlapisan secara lateral, jadi fossil dapat
dipergunakan untuk korelasi.
Gabungan
prinsip Steno dan Prinsip William Smith menurunkan suatu kaidah : Kumpulan
fossil yang sama menunjukkan umur yang sama.Tetapi prinsip yang merumuskan bahwa fossil dapat dipakai untuk menentukan umur relatif adalah prinsip yang berikutnya:
3.3 Hukum Urutan Pergantian Fauna (Law of Faunal Succession)
Dalam urut-urutan lapisan batuan sedimen, maka sekelompok lapisan dapat mengandung kumpulan fosil-fosil (fauna) tertentu, yang berbeda dengan sekelompok lapisan diatasnya ataupun satuan sekelompok lapisan yang ada di bawahnya.
Dalam
meneliti jenis-jenis fossil pada setiap satuan stratigrafi maka Cuvier
(1769-1832) menurunkan prinsip berikutnya.
3.4 Prinsip Kepunahan Organik (Principles
of Organic Extinction).
(George Cuvier,
1769-1832)
“Principles
of organic extinction is demonstrated by different fossil assemblages in
successive stratigraphic untis, younger deposit contained creatures more like
those of the present day than did the older deposit. Rock succession revealed
advanding complexity of life”.
Prinsip
kepunahan organik dibuktikan oleh kumpulan-kumpulan fossil yang berlainan dalam
urutan satuan stratigrafi, endapan yang lebih muda mengandung makhluk-makhluk
yang lebih menyerupai makhluk-makhluk yang sekarang daripada yang dikandung
oleh endapan yang lebih tua. Urutan batuan mengungkapakan kekompleksan
kehidupan yang semakin maju.
Pengkaitan prinsip Steno, prinsip William Smith, Hukum urutan penggantian Fauna dan prinsip kepunahan organik (Cuvier), maka dapatlah diturunkan prinsip umur relatif geologi.
Prinsip Umur Geologi Relatif:
Setiap zaman geologi dicirikan oleh sekumpulan fossil tertentu.
Berdasarkan
prinsip ini dan prinsip ketidakselarasan dari James Hutton berkembanglah secara
berangsur-angsur skala waktu relativ, yang setiap zamannya mempergunakan nama
lokasi geografi daerah dimana satuan waktu itu terungkapkan pertama kali secara
baik dalam suatu urutan lapisan sedimen yang merupakan satuan stratigrafi.
Contoh: Cambrium, Silurian, dsb.
Selain
itu penggabungan prinsip-prinsip status tadi juga menghasilkan dua teori untuk
menafsirkan penyebab prinsip-prinsip di atasterutama Hukum Pergantian Fauna dan
Prinsip Ketidakselarasan.
1.
Teori Katastrofisme (Malapetaka) dari Cuvier (1769-1832) dimana pada akhir suatu zaman fauna itu punah oleh suatu malapetaka
yang diwakili oleh ketidakselarasan, dan suatu fauna lain dikreasikan kembali
pada permulaan berikutnya.
2. Teori Evolusi Organik dari:
a)
Darwin (survival of the fittest,
natural selection)
b)
Lamarch (adaptasi terhadap lingkungan).
Dimana ketidakselarasan diakibatkan perioda pembentukan
pegunungan secara perlahan-lahan serta denudasinya kembali, dan mewakili waktu
lama yang hilang.
3.5 Prinsip Perubahan Facies (Grezzly)
Apa
yang dilakukan dan diamati oleh Grezzly sebetulnya adalah dia mengikuti
perlapisan suatu kelompok lapisan sedimen secara lateral sesuai dengan prinsip
Steno yang kedua, yaitu lateral continuity, dan mengamati aspek paleontologi
dan litologi (fosil-fosil dan jenis batuan, atau textur dan sifat-sifat
batuannya) dapat berubah dari titik satu ketempat yang lain sepanjang lapisan
yang sama.
Dikatakan
bahwa pada setiap titik (sepanjang lapisan) faciesnya dapat berubah-rubah, yang
ditafsirkan sebagai lingkungan pengendapan. Sesuai dengan prinsip Steno, maka
bidang perlapisan dianggap permukaan waktu yang sama, sehingga facies sekarang
diklasifikasikan sebagai aspek litologi (kimia, fisika) dan paleontologi
(biologi) yang dimanifestasikan pada endapan-endapan yang bersamaan umurnya. E.
Haug mendefinisikan fasies sebagai jumlah total aspek litologi dan paleontologi
pada suatu titik (dalam endapan-endapan yang bersamaan waktu).
Karena
kurang dihayati mengenai apa yang dilakukan oleh Grezzly untuk sampai pada
konsep facies, maka “waktu yang sama” ini ditafsirkan harus
ditentukan/dikorelasikan dengan fosil saja. Bahwasanya perubahan fasies dapat
ditentukan sampai korelasi dengan fossil, tetapi dengan mengkorelasikan dengan
melacak/meneruskan bidang perlapisan, didemonstrasikan oleh korelasi log
listrik, dimana shale-out lapisan pasir dapat terbukti.
Pemakaian
istilah facies dalam urutan vertikal perlu disesalkan begitu pula istilah facies diidentikkan dengan
lingkungan pengendapan sangat menyesatkan. Istilah marine facies, diidentikkan
dengan lingkungan pengendapan sangat menyesatkan. Istilah marine facies,
neritic dan sebagainya dianjurkan tidak dipakai. Yang benar adalah coal facies,
sandstone facies, koralalgal facies, algal-foraminifera facies, planktonic
foraminifera facies. Begitu pula istilah lithofacies, seismofaices,
electrofacies dan mikro facies dapat digunakan, selama ini berarti aspek
lithologi/paleontologi sepanjang perlapisan yang ditentukan oleh sifat
seismiknya, sifat litologi, sifat listrik dan sifat-sifat yang dapat dilihat
secara mikroskopis.
3.6 Bidang Perlapisan, Batas
Litologi dan Batas Formasi
Sering
dikatakan: Batas formasi memotong batas (bidang kesamaan) waktu. Dalam hal ini
bidang perlapisan dikacaukan dengan batas lithologi/lithofacies dan dengan
batas formasi. Bidang perlapisan boleh diidentifikasikan dengan bidang kesamaan
waktu sesuai dengan prinsip Steno.
Memang
dalam urutan vertikal batas litologi adalah bidang perlapisan, tetapi secara
lateral batas litologi adalah berangsur dan disebut batas perubahan
lithofaices. Batas formasi setempat berhimpitan dengan bidang perlapisan/batu
litologi, tetapi secara regional batas formasi adalah batas litologi tetapi
memotong bidang perlapisan atau bidang kesamaan waktu. Juga sering dikatakan:
“
Time boundaries are inherently diahronic to lithologic boundaries” (Shaw,
1964). Hal ini benar selama lithologic boundaries tidak diidentifikasikan
dengan bidang perlapisan.
Sebaiknya
dikatakan: “Formation boundaries shift in stratigraphic position form
localities to localities”.
3.7 Prinsip-Prinsip
Ketidak-selarasan
Prinsip
ini dinyatakan oleh James Hutton (1775) dan terutama dalam rangka interpretasi
adanya gejala pembentukan pegunungan serta adanya siklus geologi. Sebetulnya
hanya ada 3 jenis ketidakselarasan:
1.
Ketidakselarasan sejajar
(disconformity)
2.
Ketidakselarasan bersudut (angular
unconformity)
3.
Bukan keselarasan (nonconformity)
Para
mahasiswa selalu menganggap paraconformity atau paraunconformity sebagai
sesuatu yang penting diantara jenis ketidakselarasan, padahal jenis ini adalah
sangat kontraversial dan diragukan akan adanya dan tidak mempynyai arti
stratigrafi yangpentingdantidaklah sesuatu yang fundamental.
Adanya
ketidakselarasan atau keidakmenerusan vertikal (stratigraphic discontinuity)
ini pada zamannya menunjang teori katastropisme,dimana setiap diskontinuitas
merupakan perioda terjadinya malapetaka.
Secara
lengkap hukum tersebut adalah sebagai berikut:1. Dalam urutan-urutan lapisan batuan sedimen kadang-kadang didapatkan bidang pemisah dimana lapisan-lapisan yang di bawah adalah merupakan hasil daur geologi yang lebih tua dari urutan lapisan diatasnya.
2. Setiap daur geologi terdiri dari
peristiwa permulaan dan akhir suatu pengendapan (berlangsung beberapa puluh
juta tahun) yang ditandai/dipisahkan oleh bidang yang mewakili perioda tidak
ada pengendapan yang disebabkan pengangkatan dengan atau tanpa pemiringan,
perlipatan ataupun yang disertai intrusi batuan beku serta metamorfosa yang
kemudian diikuti erosi.
3.
Bidang ini disebut bidang
ketidakselarasan yang dibagi atas:
a)
Bidang ketidakselarasan sejajar
(disconformity) jika perioda ini hanya diwakili pengangkatan atau erosi saja
(epirogenesa).
Pengamatan stratigrafi: Lapisan di atas bidang
ketidakselarasan sejajar dengan lapisan di bawahnya.
b)
Bidang ketidakselarasan bersudut
(angular unconformity) jika perioda ini diwakili pemiringan atau perlipatan
serta pengangkatan dan erosi (orogenesa).
Pengamatan stratigrafi: lapisan di bawah bidang
ketidakselarasan membuat sudut terhadap lapisan yang di atasnya.
c)
Bidang bukan keselarasan
(nonconformity)
Jika perioda pemisah ini diwakili oleh gejala intrusi dan
atau metamorfosa regional serta pengangkatan yang diikuti erosi sehingga
menyingkapkan batuan kristalin ini (beku dan metamorfosa) sebelum lapisan
diatasnya diendapkan.
Pengamatan stratigrafi: Batuan di bawah bidang bukan
keselarasan adalah batuan beku plutonik atau metamorfosa (kristalin).
4. Bidang ketidakselarasan merupakan dasar
untuk pengendapan sedimen daur geologi yang berada di atasnya.
Turunan: Lapisan di atas bidang ketidakselarasan selalau
berada dalam keadaanparallel atau subparallel terhadap bidang ketidakselarasan.
3.8 Orogenesa
Konsep
ini merupakan konsep klasik dari pembentukan pegunungan, namun demikian
pengertian ini harus betul. Sering untuk mahasiswa mengartikan proses ini
sebagai pengangkatan saja (tanpa perlipatan/deformasi tektonik). Sebetulnya
arti dari orogenesa ini adalah pembentukan pegunungan, dansecara klasik proses
ini melibatkan deformasi tektonik seperti perlipatan dan pematahan yang
kandangkaladiikuti oleh intrusi magam dan kemudian diangkat menjadi rangkaian
pegunungan.
3.9 Orogenesa dan Ketidakselarasan
Para
mahasiswa sering tidak dapat melihat hubungan antara ketidakselarasan dan
orogenesa, seperti kalau ditanya bagaimana cara menentukan adanya orogenesa di
Paleozoikum dan Mesozoikum, mereka bingung. Padahal justru konsep orogenesa dan
siklus geologi itu ditafsirkan dari adanya ketidakselarasan bersudut. Juga
sukar dibayangkan hubungan antara bukan-keselarasan (nonconformity) dengan
orogenesa; karena tidak sadar bahwa orogenesa pada umumnya diikuti oleh
aktivitas magma berbentuk pluton atau batholit, sehingga perlu adanya waktu
yang lama untuk erosi dari pegunungan sampai ke akarnya, sebelum diendapkannya
siklus sedimentasi yang berikutynya.
3.10 Epirogenesa dan Ketidakselarasan
Sejajar
Pada
umumnya tidak ada kesulitan untuk melihat hubungan ini, tetapi kebanyakan
mahasiswa tidak sadar bahwa ketidakselarasan sejajar pada umumnya disebabkan
gerakan epiroggenesa.
3.11 Transgresi dan Regressi
Sangatlah
tepat bahwa proses transgressi diterjemahkan sebagai genang laut sedangkan
regresi sebagai susut laut, karena proses ini adalah perpindahan relatif dari
garis pantai. Namun sering sekaliproses ini ditafsirkan sebagai proses
pengangkatan dan penurunan dasar cekungan,
Penafsiran
regresi sebagai pengangkatan dasar cekungan adalah keliru, sebab pengangkatan
dasar cekungan akan berarti lapisan sedimen akirnya akan berada di atas
mukalaut dan sedimentasi berhenti, malah akan terjadi erosi sehinga menimbulkan
ketidakselarasan.
Kekeliruan
ini disebabkan karena transgressi dan regressi selalu diperlihatkan dalam
penampang melintang yang ideal; yang memperlihatkan hubungan susut laut ini
secara lateral, dan seolah-olah sedimentasi ini secara vertikal berhenti dan
bergerak secara akumulasi lateral.
Padahal
prinsip dari konsep transgressi dan regressi berasal dari analisa suatu
profil/kolom stratigrafi, yangmemperlihatkan berubahnya fasies dari lingkungan
darat di bawah menjadi fasies batuan yang diendapkan di lingkungan laut di atas
ini ditafsirkan sebagai proses transgressi, sedangkan pembahasan dari fasies
lingkungan pengendapan naik ke atas menjadi lingkungan daratan disebut
regressi.
Jelas
bahwa sebetulnya kita berhubungan dengan adanya sedimentasi yang menerus (tanpa
adanya erosi/ketidakselarasan) dan ini berarti bahwa sebetulnya cekungan terus
menurun sehingga tebal yang menerus dapat terjadi. Hal ini juga berlaku di
lingkungan pengendapan non marine; cekungan tetap menurun sehingga memungkinkan
terjadinya lapisan nonmarin yang tebal/jauh lebih tebal dari kedalaman
rawa-rawa atau sungai dan menerus.
Maka
sebaiknya pengertian transgressi dan regressi dikaitkan dengan pengertian laju
sedimentasi (rate of deposition) dan dibandingkan dengan laju penurunan
cekungan (rate of subsidence).
Transgressi:
Laju penurunan cekungan (rate of subsidence) lebih cepat dari pada laju
pengendapan (rate of deposition) sehingga menyebabkan pantai mundur ke arah
daratan (Rs > Rd).
Regressi:
Laju pengendapan (rate of deposition) lebih cepat dari laju penurunan cekungan
(rate of subsidence) sehingga menyebabkan pantai maju ke arah laut (Rs <
Rd).
Instilah
majunay pantai ke arah laut, yang juga merupakan majunya pusat pengendapan
(deposentrum) disebut pula progradasi.
3.12 Perlapisan Silang Siur
Sering
calon sarjana jika ditanyakan cara terbentuknya lapisan silang siur menjawab
“disebabkan arus bolak balik”. Entah dari mana, tidak ada satupun texbook yang
menyatakan demikian, tetapi rupanya interpretasi sendiri dari gambar
corssbedding yang seolah-olah oleh pengendapan terjadi dari dua arah yang
berbeda. Sebenranya pembentukan struktur silang-suir terbentuk oleh pengendapan
dari arus traksi yang membentuk gelembur-gelombang besar yang berpindah-pindah
dalam arah arus (migrating dunes). Pengendapan lapisan-lapisan tipis pada
bagian muka (foreset) dari gelembur yang berpindah tersebut sebagai avalanche
ataupun dibelakangnya sebagai acretion menghasilkan struktur lapisan silang
siur, yang membuat sudut terhadap bidang pengendapan horizonta. Kekecualian
terbentuk silang-siur yangdibentuk arus bolak-balik adalah di daerah
pasang-surut (tidal flats), tetapi jenis dari struktur silang-siur ini adalah
khusus dan disebut “herring bone cross stratification” (silang-siur tulang
ikan).
3.13 Penentuan Umur dengan Fossil dan
Kisaran Umur
Ada
terdapat suatu kekeliruan pengertian mengenai cara penentuan umur dengan
fossil. Misalnya saja suatu contoh batuan diambil dari Formasi Baong, dna
mikropaleontologi menentukan umurnya sebagai N8-N12 menurut zonasi Blow si
Mahasiswa kemudian berkesimpulan bahwa Formasi Baong ini berlangsung dari N8
sampai N12. Hal ini sangat keliru!
Yang
benar adalah bahwa lapisan pada posisi mana dalam Formasi Baong contoh itu
diambil boleh jadi berumur N8, atau N9, atau N10, atau N11 dan atau N12, tetapi
tidak betul sama sekali umur contoh batuan itu berkisar dari umur N8 sampai
dengan N12, apa lagi seluruh formasi ini umurnya mulai dari N8 (batas bawah
Formasi) dan berakhir pada N12 (batas atas formasi).
Jika
seandainya contoh lain diambil dari posisi stratigrafi lebih atas dari contoh 1
menunjukkan N13 - N14, maka mungkin contoh 1 berumur N12 dan contoh kedua N13
atau N14. Begitu pula contoh 3 diambil dari posisi stratigrafi lebih rendah
dari contoh 1 menunjukkan N12 – N13, maka mungkin contoh 1 berumur N13 dan
contoh 3 berumur N12, atau contoh 1 dan contoh 3 berumur N12 atau contoh 1 dan
contoh 3 kedua-duanya berumur N13 (stau N13 bagian atas satu lagi N13 bagian
bawah).
3.14 Prinsip Intrusi (James Hutton, 1795)
1.
Batuan intusi (magmatic) selalu
mengintrusi batuan yang lebih muda.
2.
Tubuh batuan intrusi dapat bersifat
(terhadap batuan yang diintrusinya):
- Konkordan (batas intrusi adalah sejajar dengan perlapisan batuan yang diintrusinya):
-
Sill (bentuk pipih seperti lapisan)
-
Lakolit (bentuk lensa cembung)
-
Lapolit (bentuk lensa cekung)
-
Fakolit (Phacolit)
- Diskordant (batas intrusi adalah memotong perlapisan batuan yang diintrusinya)
-
Dyke (korok, gang), bentuk pipih
seperti lapisan
-
Stock, bentuk pipa
-
Boss, bentuk kubah kecil
-
Batolit: bentuk tak menentu besar
(ratusan kilometer) tanpa dasar yang diketahui.
3.
Perbatasan antara batuan intrusi dan
batuan yang diintrusi
- Jalur pendinginan (chill zone) pada batuan yang mengintrusi; penghalusan kristal berangsur ke arah batas intrusi.
- Front basis (basic front) pada batuan yang mengintrusi; peningkatan mineral-mineral mafik (hitam) ke arah batas intrusi, terutama dalam pluton / batolit.
- Effek pembakaran (baking effect) pada batuan sediment yang diintrusi, bentuk pengerasan, pada sedimen lempung.
- Jalur ubahan pada batuan yang diintrusi
- Jalur metamorfosa termal (contack metamorphism) pada sedimen yang diintrusi, seperti batuan tanduk (hornstone), rekristalisasi, pembentukan mineral-mineral khusus seperti wollastonit, garnet, kyanit.
Ternyata seperti itu ya banyak ilmu yang sering kita salahpahami terutama juga bahasan mengenai Pengertian Geologi
ReplyDelete