1. TINJAUAN DIAGENESIS
Diagenesis meliputi proses fisika dan kimia (Gambar 1). Diagenesis
secara fisika meliputi bioturbasi dan kompaksi. Sedangkan secara kimia yaitu
sementasi, pelarutan (dissolution), penggantian (replacement),
rekristalisasi, dan generasi hidrokarbon (Boggs, 1992 op. cit. Kameda, 2004).
Bioturbasi akan mereworks sedimen yang mengendap
dengan cara crawling, burrowing dan sediment-ingesting of organisms,
hal ini akan merusak karakteristik ataupun feature dari pengendapan
primer. akan tetapi, perubahan porositas oleh kompaksi lebih berpengaruh dibandingkan
karena adanya bioturbasi.
Kompaksi merupakan pengurangan atau reduksi dari volume
sedimen dan pengurangan porositas oleh pembebanan sedimen dan gaya tektonik. Temperatur juga berpengaruh
terhadap kompaksi dengan adanya pressure solution.
Diagenesis
secara kimia disebabkan oleh reaksi kimia dalam batuan oleh adanya perubahan
tekanan dan temperatur. Seperti kebanyakan sedimen yang terendapkan pada kondisi
subaqueously atau di bawah muka air tanah, akan menyebabkan sedimen jenuh
air. Selama burial, mineral berada pada kontak atau batas yang konstan
yang mengandung salinitas dan kondisi redoks yang beragam. Air pori dapat juga mengandung
karbon organik terlarut. Batupasir umumnya memiliki kandungan karbon organik
kurang dari 0.5 % (Boggs, 1992 op. cit. Kameda,
2004). Kandungan organik bersifat reaktif dan dapat menghasilkan reaksi ion
hidrogen dan bikarbonat yang merubah kondisi air pori dan menyebabkan ketidakstabilan mineral.
Selama early burial, reaksi kima ini akan menyebabkan presipitasi pirit,
klorit, illit/smektit, kwarsa dan felspar overgrowth, dan presipitasi
semen karbon (Burley et al., 1985 op.
cit. Kameda, 2004).
2. KOMPAKSI
Kompaksi merupakan salah satu
tahapan penting dalam diagenesa batuan. Kompaksi biasanya terjadi segera
setelah sedimen diendapkan, terjadi karena adanya pembebanan dari material yang berada di atasnya semakin
bertambah. Proses kompaksi ini menyebabkan hubungan antar butir semakin
mendekat (grain packing dan grain fabric berubah), mengurangi jarak
antar pori (porositas berkurang) dan mengurangi kandungan air yang terdapat
pada sedimen tersebut. Adanya kadungan air ini dapat membawa mineral-mineral
yang larut, sehingga nantinya menghasilkan mineral-mineral baru yang terdapat
pada rongga-rongga batuan. Hal itu dapat memicu terjadinya sementasi sebagai
proses pengikatan dari partikel-partikel yang terpisah menjadi bersatu.
Pada tahap yang lebih lanjut, kompaksi dan burial
dapat menyebabkan rekristalisasi sehingga menghasilkan batuan menjadi lebih
kompak dan keras.
Pada batuan sedimen proses kompaksi akan menghasilkan
karakteristik yang berbeda-beda. Dalam hal ini, penulis menekankan kepada
proses kompaksi yang terjadi pada batupasir. kita mengetahui bahwa batupasir
memiliki jenis yang berbeda-beda pula. Penulis dalam hal ini juga akan
menekankan kepada batupasir dengan komposisi utamanya adalah mineral kuarsa.
Pasir memiliki kekompakan yang lebih kecil dibandingkan
dengan lumpur (mudrock). Kompaksi
yang tidak terlalu besar pengaruhnya pada batupasir dapat disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya adalah :
Pertama, batupasir terdiri dari butiran mineral
kuarsa yang berukuran relatif besar. Butiran-butiran kuarsa ini biasanya tidak berubah pada kondisi-kondisi
pengendapan. Yang kedua adalah bahwa mudrock
mengandung air yang cukup tinggi dan air ini sewaktu-waktu dapat keluar jika
mendapat tekanan.
Pada percobaan yang dilakukan di laboratorium, batupasir
yang komposisi utamanya adalah mineral kuarsa hanya mengalami perubahan
ketebalan sekitar 10 – 15%. Pengaruhnya yaitu kepada rearrangement of grain dan chipping of grain corners.
Kompaksi pada
batupasir ini dapat terjadi pada dua kondisi, yaitu :
Kondisi Un-Cemented
sediment at grain to grain contact .
Kondisi un-cemented dalam hal ini adalah pada
kontak antar butirnya. Jika sedimen telah
mencapai kondisi yang cukup padat, maka setiap butiran akan menyesuaikan
dirinya dan akan berubah mengikuti bidang gelincirnya, kemudian mengalami reorientasi, dan fracture of radical grains, serta
overburden ini ditransformasikan melalui kontak antar butir ini (gambar 2.a).
Adanya gaya (stress)
yang kontinu akan menghasilkan dissolution pada daerah kontak antar butirnya
(gambar 10.b). ketika terjadi proses disolution
compaction, bagian-bagian yang saling bersentuhan kemungkingan akan larut
dan mungkin akan terbawa keluar melalui
rongga-rongga yang terdapat diantara butiran–butiran. Menurut Sibley dan Blatt,
(1976) fluida dari hasil kompaksi ini dianggap sebagai sumber atau source dari semen selain semen kuarsa
dan kalsit. Larutnya kuarsa atau kalsit mungkin terjadi karena precipitasi
secara lokal, atau bisa juga terdapat pada larutan yang masuk di antara butiran
yang sedang mengalami kompaksi (e.g. Moore, 1985)