Penambangan Karst Pangkalan, Karawang |
Pemprov dan Polda Jabar akhirnya menghentikan penambangan di Kars Pangkalan, Kabupaten Karawang. Sejumlah alat penambangan yang bernilai milyaran juga ikut disita. Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar yang iku meninjau mengataka 14 alat berat yang digunakan untuk menambang disita Polda Jabar bersama Polres Karawang.
Selain itu 11 penambang juga ikut diperiksa oleh Polda Jabar karena tidak mengantongi ijin dari pemerintah. Di Bumi Jawa Barat siapapun boleh berusaha asalkan mengikuti aturan yang ditetapkan ujar Deddy di Gedung Sate.
Pemprov Jabar sendiri akan menertibkan penambangan liar di lokasi tersebut sebab penambangan kawasan Kars Pangkalan semakin banyak bertambah jumlahnya. Sebenarnya penghentian ini bukan untuk melarang penambangan tetapi untuk menunggu ketetapan kawasan mana saya yang layak untuk di eksploitasi. Terlebih saat ini dari luas 1000 hektare Kars Pangkalan 300 hektar diantaranya sudah rusak.
Sementara itu Satpol PP Jabar terkesan berhati - hati dalam menertibkan bangunan liar di kawasan tersebut. Lembaga ini khawatir melanggar aturan penertiban bangunan. Kepala Satpol PP Jabar Udjwalaprana sigit mengatakan dalam penertiban bangunan liar, pihaknya mengedepankan prinsip kehati - hatian karena tak inin bertentangan dengan aturan hukum.
Sebenarnya polemik Karst Pangkalan tidak hanya kali ini saja tetapi telah terjadi bertahun lamanya . apalagi dulunya kawasan ini akan dijadikan sumber bahan baku semen Bosowa dan PT Jui Shin Indonesia. Penolakan ekslpoitasi kawasan ini berlandaskan aturan Gubernur Jawa Barat Nomor 20 Tahun 2006
Menurut Budi Bramantyo, pakar Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) dan pengajar di Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) Institut Teknologi Bandung (ITB) kawasan karst di jabar perlu dilindungi karena memiliki sejarah geologi dan keunikan tersendiri.
Uniknya Karst Pangkalan
Secara geologis, Karst Pangkalan merupakan bentang alam yang terbentuk pada formasi batu gamping berumur Miosen Tengah-Akhir, kira-kira 10 - 15 juta tahun yang lalu yang dinamakan Formasi Parigi. Batuannya berupa batu gamping terumbu. Hal itu menunjukkan bahwa pada kala itu, daerah pangkalan merupakan laut dangkal yang ditumbuhi terumbu karang yang tumbuh subur pada kondisi iklim hangat dengan air laut yang jernih. Saat terangkat sekarang ini, terumbu itu telah berubah menjadi wilayah perbukitan dengan ketinggian 50 - 120 m di atas permukaan laut sekarang.
Karst Pangkalan, sebagaimana Kawasan Karst Kelas I lainnya, mempunyai nilai-nilai sos-ek-dik-bud yang tidak dapat dipisah sendiri-sendiri. Kawasan ini yang tersebar luas di Desa Tamansari diketahui mempunyai banyak gua yang belum banyak diteliti. Gua-gua yang merupakan gua vertikal dan berupa lubang di permukaan tanah umumnya merupakan ladang panen sarang walet yang potensial untuk peningkatan ekonomi masyarakat setempat.
Sedikitnya terdapat 17 gua dengan potensi sarang walet, yaitu Luweng Pangambuh, Cibunut, Cimiring, Sempit, Keman, Cisumur, Sitela, Gede, Sipeleng, Cileuwi, Haji, Situmeja, Silonong, Cibenda, Ja`in, Cikandil, dan Cimandor. Ada empat gua sebagai sarang lalay, yaitu di Luweng Bahu, Sikondang, Gua Lumpang, dan Masigit. Ada empat gua tempat masukan air dan sungai bawah tanah, yaitu di Luweng Gede, Cibadak, Baucinyusup, dan Sitamyang. Sebuah gua dikeramatkan oleh penduduk setempat yaitu di gua berbentuk ceruk Song Paseban.
Selain itu, kawasan karst ini mempunyai sedikitnya dua mata air potensial. Pertama adalah Ciburial yang mempunyai debit air lebih dari 5 liter/detik. Mata air ini dikelola oleh PDAM untuk didistribusikan di Kecamatan Pangkalan yang meliputi tiga desa besar, yaitu Ciptasari, Tamansari, dan Jatilaksana. Mata air lain sekalipun tidak sebesar Ciburial, banyak dijumpai di kaki-kaki perbukitan karst, misalnya Citaman, yang menjadi pemasok air bersih utama bagi kampung-kampung di sekitarnya.
Sumber:
Penambangan Karst Dihentikan, hal 8 , Jumat 5 September 2014
No comments:
Post a Comment