Kebutuhan akan air
bersih di Kota Malang dan sekitarnya semakin meningkat. Hal ini diakibatkan
oleh pesatnya pertumbuhan perumahan dan industri di Kota Malang dan sekitarnya.
Kebutuhan air yang saat ini di suplai dari mata air Wendit (63 % dari kebutuhan Kota Malang). Kecamatan Pakis
, Kabupaten Malang tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan air bersih bagi warga
Kota Malang. Terutama bagi wilayah Timur dan Tenggara Kota Malang yang belum
teraliri oleh pelayanan air bersih. Dalam rencana pembangunan Kota Malang daerah
di wilayah Kecamatan Kedungkandang ini diharapkan menjadi pusat permukiman dan
industri baru di Kota Malang.
Berdasarkan data
penggunaan tahun 2011 hanya 45% warga Kota Malang yang menggunakan aliran air
bersih dari PDAM. Sedangkan sisanya mengunakan sumber dari air tanah maupun
dengan menggunakan tangki air. Dari segi cakupan wilayah penyediaan air bersih
di Kota Malang sebesar 34,3 % wilayah Kota Malang belum tersedia jaringan air
bersih. Sayangnya tingkat kebocoran air bersih di Kota Malang cukup tinggi
dengan kisaran 42 %, mengingat warga
yang belum mendapatkan air bersih cukup tinggi.
Untuk itu pemerintah
daerah merencanakan untuk membangun pipa penyalur air bersih yang berasal dari
mata air Sumber Pitu , Desa Duwet Krajan, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Proyek
penyediaan air bersih ini didanai melalui APBN dengan nilai proyek sekitar 95
Milyar dan melalui pengangaran multiyears.
Pengerjaan proyek ini dilakukan oleh PDAM Kabupaten Malang dan Kota Malang
sebagai pihak penyalur air bersih Kota Malang.Sedangkan kontraktor pelaksana
dikerjakan oleh PT. Wijaya Karya. Diharapkan air bersih dari Sumber Pitu ,
Tumpang ini dapat mencukupi kebutuhan air bersih di wilayah Kecamatan
Kedungkandang , Kota Malang dan Kecamatan Tajinan, Kecamatan Pakis, Kecamatan
Tumpang, dan Kecamatan Bululawang di Kabupaten Malang.
Tandon air PDAM (halomalang.com) |
Sumber air bersih
yang diambil berasal dari mata air Sumber Pitu , Desa Duwet Krajan, Tumpang
dengan pengambilan sebesar 400 liter per detik. Sedangkan debit air di sumber
pitu tercatat sebesar 935 liter per detik. Pengukuran ini dilakukan oleh
Himpunan Petani Penguna Air (HIPPA).
Sayangnya proyek ini mendapat tentangan dan protes dari warga Kecamatan Tumpang dan Pakis
yang berprofesi sebagai petani. Warga dari 11 desa di Kecamatan Tumpang dan
Kecamatan Pakis. Yakni, Desa Tumpang, Malangsuko, Jeru, Slamet, Bokor, Wringin
Songo, Sukoanyar, Pucung Songo, Banjar Rejo, Kedung Rejo, dan Sumber Pasir.
Alasan penolakan ini didasari bahwa kebutuhan lahan pertanian di dua kecamatan
mencapai 938 liter per detik. Sehingga untuk saat ini terjadi kekurangan
sebesar 3 liter per detik. Sehingga dikuatirkan akan terjadi perebutan air di
petani jika terjadi pengalihan air untuk PDAM.
Pengambilan ini
dikuatirkan akan mengurangi persediaan air untuk kebutuhan sawah untuk pertanian
di dua kecamatan ini. Sejak lama masyarakat di dua kecamatan ini mengandalkan
air dari Sumber Pitu ini sebagai sumber irigasi pertanian mereka. Dari
penuturan mereka, pengambilan ini dikuatirkan akan mengakibatkan masyarakat
berebut air untuk mengaliri sawah mereka dan akan memicu permasalahan antar
petani.
Terutama daerah pertanian seluas 1.100 hektare (ha)
Penolakan petani di dua kecamatan (beritajatim.com) |
Konflik ini terjadi terutama
sejak kebutuhan air untuk industri dan domoestik semakin meningkat. Di berbagai daerah di Indonesia perebutan
kebutuhan air ini sering lebih mengutamakan kebutuhan industri baik berupa
industri makanan minuman maupun lainnya. Konflik dan sengketa sering terjadi
dalam perebutan air bersih terutama antara para petani penguna irigasi dan
perusahaan air minum. Bahkan antar Kabupaten
dengan pemerintah kota, dan antara daerah hulu dan daerah hilir. Sengketa ini sering terjadi
terutama di musim kemarau. Ini diakibatkan oleh tidak jelasnya sistem alokasi pembagian air dan pengaturan pembagian hak dan kewajiban antar wilayah di dalam satu sistem pengelolaan sumber daya air.
Contoh paling nyata
dari ketidak berpihakan pengelolaan air pada pertanian terjadi pada alokasi air di kawasan Daerah
Aliran Sungai (DAS) Citarum. Ketika pemerintah mengalihkan air untuk kebutuhan
air bersih minum dan industri di Jakarta. Pembangunan kanal di Sungai Citarum
ini mengakibatkan sebagian petani di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Subang (Jawa
Barat) kurang mendapatkan pasokan air.
Kanal Tarum Barat sebagai sumber air bersih masyarakat jakarta (blogs.brpamdki.org) |
Selain itu di
Kabupaten Sukabumi dengan gencarnya perusahaan minuman yang berproduksi di
Sukabumi mengakibatkan terjadinya kompetisi dengan para petani dan masyarakat.
Tentu saja ketika para masyarakat ini berkompetisi dengan para pemodal akan
selalu kalah. Berbagai sumur warga mulai mengering akibat adanya eksploitasi
air tanah yang berlebihan di Kabupaten Sukabumi. Kekeringan ini diduga banyak
perusahaan minuman yang menyalahi batas maksimal pengambilan air tanah, dan
pemboran sumur dalam yang melanggar aturan. Sayangnya
penegakan aturan sangat sulit dilakukan. Sehingga Masyarakat yang pada awalnya
mudah mendapatkan air bersih harus mencari sumber mata air lainnya. Air yang
seharusnya menjadi barang publik menjadi barang komersil, sehingga air menjadi
perebutan para pemodal untuk mengeruk keuntungan.
No comments:
Post a Comment