Tektonik Cekungan Barito
Secara tektonik
Cekungan Barito terletak pada batas bagian tenggara dari Schwanner Shield, Kalimantan Selatan. Cekungan ini
dibatasi oleh Tinggian Meratus pada bagian Timur dan pada bagian Utara terpisah
dengan Cekungan Kutai oleh pelenturan berupa Sesar Adang, ke Selatan masih
membuka ke Laut Jawa, dan ke Barat dibatasi oleh Paparan Sunda.
Cekungan Barito
merupakan cekungan asimetrik, memiliki cekungan depan (foredeep) pada bagian paling Timur dan berupa platform pada bagian Barat. Cekungan Barito mulai terbentuk pada
Kapur Akhir, setelah tumbukan (collision)
antara microcontinent Paternoster dan
Baratdaya Kalimantan (Metcalfe, 1996; Satyana, 1996).
Pada Tersier Awal
terjadi deformasi ekstensional sebagai dampak dari tektonik konvergen, dan
menghasilkan pola rifting Baratlaut –
Tenggara. Rifting ini kemudian
menjadi tempat pengendapan sedimen lacustrine
dan kipas aluvial (alluvial fan)
dari Formasi Tanjung bagian bawah yang berasal dari wilayah horst dan mengisi bagian graben, kemudian diikuti oleh pengendapan
Formasi Tanjung bagian atas dalam hubungan transgresi.
Pada Awal Oligosen
terjadi proses pengangkatan yang diikuti oleh pengendapan Formasi Berai bagian
Bawah yang menutupi Formasi Tanjung bagian atas secara selaras dalam hubungan
regresi. Pada Miosen Awal dikuti oleh pengendapan satuan batugamping masif
Formasi Berai.
Selama Miosen
tengah terjadi proses pengangkatan kompleks Meratus yang mengakibatkan
terjadinya siklus regresi bersamaan dengan diendapkannya Formasi Warukin bagian
bawah, dan pada beberapa tempat menunjukkan adanya gejala ketidakselarasan
lokal (hiatus) antara Formasi Warukin bagian atas dan Formasi Warukin bagian
bawah.
Pengangkatan ini
berlanjut hingga Akhir Miosen Tengah yang pada akhirnya mengakibatkan
terjadinya ketidakselarasan regional antara Formasi Warukin atas dengan Formasi
Dahor yang berumur Miosen Atas – pliosen.
Tektonik terakhir terjadi pada kala
Plio-Pliestosen, seluruh wilayah terangkat, terlipat, dan terpatahkan. Sumbu
struktur sejajar dengan Tinggian Meratus. Sesar-sesar naik terbentuk dengan
kemiringan ke arah Timur, mematahkan batuan-batuan tersier, terutama
daerah-daerah Tinggian Meratus.
Statigrafi Cekungan Barito
Stratigrafi Cekungan Barito, Cekungan Kutai, dan
Cekungan Tarakan.
(Courtney, et al., 1991, op cit., Bachtiar, 2006).
|
Urutan
stratigrafi Cekungan Barito dari tua ke muda adalah :
Formasi Tanjung (Eosen – Oligosen Awal)
Formasi ini disusun oleh batupasir,
konglomerat, batulempung, batubara, dan basalt. Formasi ini diendapkan pada
lingkungan litoral neritik.
Formasi Berai (Oligosen Akhir – Miosen Awal)
Formasi Berai disusun oleh batugamping
berselingan dengan batulempung / serpih di bagian bawah, di bagian tengah
terdiri dari batugamping masif dan pada bagian atas kembali berulang menjadi
perselingan batugamping, serpih, dan batupasir. Formasi ini diendapkan dalam
lingkungan lagoon-neritik tengah dan menutupi secara selaras Formasi Tanjung
yang terletak di bagian bawahnya. Kedua Formasi Berai, dan Tanjung memiliki
ketebalan 1100 m pada dekat Tanjung.
Formasi Warukin (Miosen Bawah – Miosen Tengah)
Formasi Warukin diendapkan di atas Formasi
Berai dan ditutupi secara tidak selaras oleh Formasi Dahor. Sebagian besar
sudah tersingkap, terutama sepanjang bagian barat Tinggian Meratus, malahan di
daerah Tanjung dan Kambitin telah tererosi. Hanya di sebelah selatan Tanjung
yang masih dibawah permukaan.
Formasi ini terbagi atas dua anggota,
yaitu Warukin bagian bawah (anggota klastik), dan Warukin bagian atas (anggota
batubara). Kedua anggota tersebut dibedakan berdasarkan susunan litologinya.
Warukin bagian bawah (anggota klastik)
berupa perselingan antara napal atau lempung gampingan dengan sisipan tipis
batupasir, dan batugamping tipis di bagian bawah, sedangkan dibagian atas
merupakan selang-seling batupasir, lempung, dan batubara. Batubaranya mempunyai
ketebalan tidak lebih dari 5 m., sedangkan batupasir bias mencapai ketebalan
lebih dari 30 m.
Warukin bagian atas (anggota batubara)
dengan ketebalan maksimum ± 500 meter, berupa perselingan batupasir, dan
batulempung dengan sisipan batubara. Tebal lapisan batubara mencapai lebih dari
40 m, sedangkan batupasir tidak begitu tebal, biasanya mengandung air tawar.
Formasi Warukin diendapkan pada lingkungan neritik dalam (innerneritik) –
deltaik dan menunjukkan fasa regresi.
Formasi Dahor (Miosen Atas – Pliosen)
Formasi ini terdiri atas perselingan
antara batupasir, batubara, konglomerat, dan serpih yang diendapkan dalam
lingkungan litoral – supra litoral.
Referensi :
Satyana, A.H., 2000, Kalimantan, An
Outline of The Geology of Indonesia, Indonesian Association of Geologists,
p.69-89.
Bachtiar,
A., 2006, Slide Kuliah Geologi Indonesia, Prodi Teknik Geologi, FITB-ITB
No comments:
Post a Comment